Selasa, 13 September 2011

50 Planet Baru Ditemukan, Salah Satunya Mungkin Berpenghuni


Wuih...50 Planet Baru Ditemukan, Salah Satunya Mungkin Berpenghuni
REPUBLIKA.CO.ID, WYOMING - Ahli astronomi Eropa menemukan 50 planet baru dalam tata surya kita. Dari jumlah itu, 16 planet di antaranya ditengarai berukuran sebesar planet bumi.
Planet terbesar yang ditemukan dinamai sebagai planet  HD 85512 b, berukuran 3,6 kali massa bumidan bisa dijangkau dalam 36 tahun cahaya dan berada dalam konstelasi Vela. Temuan itu juga menyatakan hampir separo bintang bercahaya layaknya matahari kita dan beberapa lebih bersinar ketimbang Saturnus.
Para planet mirip bumi, ilmuwan mempercayai ada jejak air di sana, yang memungkinkan ada kehidupan di sana.
Temuan planet ini dipresentasikan dalam A conference on Extreme Solar Systems di Wyoming, AS. Konferensi dihadiri oleh sekitar 350 pakar dari seluruh dunia.
Planet-planet baru ini ditemukan oleh sebuah misi The High Accuracy Radial Velocity Planet Searcher (HARPS), yang diinstal di European Southern Observatory di La Silla Observatory, Chile.
'Pendeteksian HD 85512 b jauh dari batas HARPS, dan menunjukkan kemungkinan ditemukannya bumi super (super-Earth) lain yang memungkinkan adanya kehidupan di sekitar bintang mirip matahari," kata astronom University of Geneva, Michel Mayor.
Salah satu anggota tim, Lisa Kaltenegger, dari Max Planck Institute for Astronomy  dan Harvard Smithsonian Centre for Astrophysics, menyatakan temuan terakhir ini menandai era baru pencarian planet kehidupan. "Kita memasuki pencapaian yang luar biasa dalam sejarah astronomi, " katanya
sumber:http://id.berita.yahoo.com/wuih-50-planet-baru-ditemukan-salah-satunya-mungkin-064519478.html.

Minggu, 11 September 2011

103 Tahun Untuk Membuktikan Teori Relativitas Einstein

Telah terambil lebih dari satu abad untuk membuktikan Einstein, dan ini dilakukan dengan kolaborasi dari para ilmuwan Polandia, Perancis dan Jerman.

Sebuah konsortium berpikir yang dipimpin oleh Laurent Lellouch dari Pusat Fisika Teoretikal Prancis, dengan dibantu oleh beberapa komputer terhebat dunia, telah berhasil mengukur berat dari proton dan neutron, partikel-partikel dari inti atom.

Menurut model konvensional dari fisika partikel, proton dan neutron jika dibagi akan menghasilkan quark, dimana quark ini diikat oleh gluon.

Hal yang aneh adalah: massa gluon adalah 0 dan masa quark hanya 5 persen. Lalu kemana sisa 95 persennya?

Jawabnya, menurut sebuah penelitian yang dipublikasikan di Jurnal Amerika Science, datang dari energi gerakan antara quark dan gluon.

Dengan kata lain, energi dan massa adalah ekuivalen, sebagaimana diteorikan oleh Teori Relativitas Spesial Einstein pada 1905.

Heran, ternyata Teori Relativitas Einstein masih hipotesa...

sumber: http://www.forumsains.com/fisika/103-tahun-untuk-membuktikan-teori-relativitas-einstein/

Bintang Tercepat di Jagad Raya


Putaran rotasi bintang ini mencapai 500 km per detik, 250 kali lebih cepat dari matahari.



Indra Darmawan

Spinstars, bintang yang berotasi tercepat di jagad raya (Space.com)


VIVAnews - Ini adalah bintang-bintang tercepat di jagad raya. Para peneliti memanggilnya sebagai Bintang Putar atau Spinstars. Putaran rotasi mereka mencapai lebih dari sejuta mil per jam atau 1,6 juta km per jam.
Menurut para peneliti dari Institute for Astrophysics dari Potsdam, Jerman, bintang ini terbentuk 13,7 miliar tahun lalu setelah dentuman besar dan pernah menjadi bintang yang sangat besar.
Bahkan ukuran massanya sampai delapan kali lebih besar daripada massa matahari kita. Namun, karena bintang raksasa yang terbuat dari gas hidrogen dan helium ini memiliki masa hidup yang singkat, ia mati muda.
Dalam sebuah laporan yang dimuat di jurnalNature, Dr Christina Chiappini dan koleganya dari Insitute for Astrophysics di Postdam, memanfaatkan teleskop European Southern Observatory Very Large Telescope di Chile untuk mempelajari komposisi kimia dari beberapa bintang tua di galaksi Bima Sakti.
Mereka mempelajari rasio elemen kimia yang ada pada kluster bintang NGC-6522. Kluster bintang ini dipilih karena mereka cukup tua untuk membentuk unsur kimia asli seperti yang dihasilkan oleh bintang yang hadir pada generasi pertama.
Selanjutnya, Chiapini berkesimpulan bahwa bintang-bintang generasi pertama ini sangat masif dan berotasi dengan kecepatan yang sangat tinggi untuk mencapai derajat pencampuran elemen sehingga mereka bisa memproduksi elemen yang lebih berat.
Kalkulasi mereka mengindikasikan bahwa bintang-bintang generasi pertama ini berotasi kencang dengan kecepatan 500 kilometer per detik - atau 250 kali lebih tinggi daripada kecepatan matahari kita. Tak heran bila kemudian mereka menamakan bintang ini sebagai 'Spinstars'. 
Seperti dilansir oleh situs berita ABC, Professor Mike Bessell dari Observatorium Mount Stromlo, milik Australian National University, paper Chiapini menjelaskan betapa pentingnya putaran atau rotasi pada bintang-bintang awal untuk memproduksi elemen-elemen seperti yang kemudian ditemukan di bintang-bintag generasi belakangan.
Selain konveksi yang dihasilkan dalam sebuah bintang menyebabkan adanya pencampuran, rotasi yang cepat menolong elemen-elemen yang baru terbentuk dan muncul di permukaan. 
"Rotasi menolong bintang ini untuk memproduksi unsur Neon-22 dari Karbon pada pusat bintang. Unsur itu kemudian memungkinkan terbentuknya unsur yang lebih tinggi di bintang-bintang kita, yang secara normal hanya terjadi pada bintang-bintang bermassa rendah," kata Bessell.
Bessell menambahkan, unsur-unsur yang lebih berat terbentuk sangat awal di jagad raya ini, menyediakan bibit-bibit untuk terbentuknya hal-hal lain, belakangan.
"Ini memberikan kita pilihan lain untuk terciptanya unsur utama seperti nitrogen dan seluruh unsur yang lebih berat seperti timah dan seng. Semua unsur itu kita pikir belum akan tercipta, hingga lama sesudah itu." (umi)

• VIVAnews

Teleskop Spitzer Ungkap Galaksi Tersembunyi


Astronom tidak bisa melihatnya karena tersembunyi di balik awan debu galaksi Bima Sakti.

Muhammad Firman

Maffei 2, galaksi yang tersembunyi di balik awan debu galaksi Bima Sakti. (dailygalaxy.com)

VIVAnews - Maffei 2 merupakan sebuah galaksi yang memancarkan sinar infra merah. Sayangnya, galaksi ini nyaris tidak bisa dilihat dengan teleskop optik biasa. Pasalnya, awan debu tebal yang ada di galaksi Bima Sakti menghalangi pandangan kita hingga 99,5 persen untuk melihat galaksi itu.


Namun demikian, Spitzer Space Telescope milik NASA berhasil menembus awan debu Bima Sakti untuk menampilkan penampakan keindahan galaksi tersebut.


Adalah Paolo Maffei, astronom pertama yang mendapati keberadaan galaksi Maffei dan Maffei 2 saat menemukan titik misterius pada plat fotografi infra merah tahun 1968 lalu. Baru empat bulan kemudian ia mengidentifikasi objek aneh itu sebagai sebuah galaksi, yang kini menggunakan namanya.


Akan tetapi, galaksi itu ditemukan Maffei saat astronomi dengan infra merah masih sangat muda. Astronom membutuhkan banyak inovasi teknologi yang baru ditemukan selama beberapa dekade kemudian untuk memungkinkan mereka mempelajari objek yang tidak jelas seperti ini secara mendetail.


Sebagai informasi, sebagian besar galaksi lain yang memiliki ukuran seperti Maffei 2 sendiri sudah berhasil dikenali selama lebih dari satu abad terakhir. Tetapi berhubung galaksi yang satu ini tersembunyi rapat-rapat di balik debu yang ada di galaksi kita sendiri, ia tidak masuk ke dalam katalog benda langit terkenal yang dikompilasikan oleh Charles Messier pada abad 18 lalu.


Adapun foto yang berhasil diambil oleh Spitzer juga berhasil menunjukkan bahwa Maffei 2 memiliki struktur yang tidak lazim. Contohnya adalah adanya garis tebal di bagian tengah dan lengan spiral asimetris yang menjelaskan mengapa galaksi itu memiliki “ledakan bintang” di bagian intinya.


Seperti diketahui, ledakan dramatis dari pembentukan bintang ini terjadi ketika sejumlah besar debu dan gas didorong ke tengah galaksi. Umumnya oleh interaksi subyek gravitasi yang membentuk struk spiral memalang. (eh)
• VIVAnews

Ukuran Alam Semesta 250 Kali Lipat Lebih Luas


Ilmuwan menemukan metode perhitungan yang lebih baik untuk mengukur luas alam semesta.

Muhammad Firman
Ilustrasi ukuran alam semesta yang tidak terbatas. (dailygalaxy.com)

VIVAnews - Apakah alam semesta memiliki ukuran pasti atau tak terbatas? Berhubung ukuran alam semesta yang dapat dilihat semakin meluas, benda berjarak terjauh yang bisa dilihat menjadi jauh lebih tua dibanding yang diperkirakan yakni sekitar 14 miliar tahun.

Diketahui, photon pada latar belakang gelombang mikro kosmik telah menempuh waktu 45 miliar tahun untuk tiba di Bumi. Itu berarti, alam semesta yang terlihat oleh mata setidaknya memiliki ukuran seluas 90 miliar tahun cahaya.

Namun demikian, ternyata alam semesta jauh lebih luas lagi. Ini bisa diketahui berkat analisis statistik yang dibuat oleh Mihran Vardanyan dan rekan-rekannya, peneliti dari University of Oxford.

Menurut Vardanyan, seperti dikutip dari Daily Galaxy, Rabu 4 Mei 2011, kunci dari mengetahui ukuran sebenarnya dari alam semesta adalah dengan mengukur lengkungannya.

Sebelumnya, astronom memiliki beberapa metode untuk mengukur lengkungan tersebut. Salah satunya, menurut Technology Review dari Massachusetts Institute of Technology, adalah menggunakan objek yang berada di jarak jauh yang sudah diketahui ukurannya dan membandingkan dengan seberapa besar ia terlihat.

Jika objek itu tampak lebih besar dibanding seharusnya, alam semesta tertutup. Jika ukurannya tampak sama seperti seharusnya, alam semesta berbentuk datar. Namun, jika lebih kecil, berarti alam semesta terbuka (tak terhingga).

Masalahnya, saat ilmuwan mengamati berbagai data dari bermacam model, mereka mendapatkan jawaban yang berbeda-beda untuk mengetahui jawaban pasti seputar lengkungan dan ukuran alam semesta. Lalu, mana yang paling akurat di antaranya?

Terobosan yang diambil Vardanyan dan timnya disebut dengan nama Bayesian modelaveraging. Teknik ini lebih cerdas dibandingkan dengan menggunakan pengukuran lengkungan yang umum digunakan ilmuwan untuk menjelaskan data yang mereka miliki.

Menurut permodelan yang dibuat Vardanyan, lengkungan alam semesta sangat dekat dengan 0. Dengan kata lain, kemungkinan besar, alam semesta berukuran datar.

Sebuah alam semesta yang berbentuk datar juga bisa tak terbatas. Dan kalkulasi yang dibuat oleh Vardanyan juga konsisten dengan hal ini. Dari perhitungan, alam semesta memiliki ukuran setidaknya 250 kali lipat lebih besar dibandingkan dengan Hubber volume yang berukuran 13,8 miliar tahun cahaya. (art)
• VIVAnews

Bukti-Bukti Kehidupan Awal Bumi Ada di Bulan


Saat Bumi dibombardir asteroid dan meteor banyak material dan bebatuan terlempar ke bulan.

Muhammad Firman

Batu-batuan yang berasal dari planet Bumi terlempar ke Bulan saat asteroid membombardir Bumi dan inner planet (planet paling dekat dengan Matahari) lainnya. (starryskies.com)

VIVAnews - Mengetahui bagaimana kehidupan dimulai di planet Bumi adalah salah satu target utama ilmu pengetahuan. Sejumlah peneliti asal Inggris memiliki teori baru. Mereka yakin kunci untuk mengetahui misteri bentuk kehidupan awal di Bumi justru berada di bulan.


Peneliti menyebutkan, batu-batuan yang berasal dari planet Bumi terlempar ke bulan saat asteroid membombardir Bumi dan inner planet (planet paling dekat dengan Matahari) lainnya.


Sebagai informasi, sekitar 4 miliar tahun lalu, terjadi fenomena hujan meteor yang disebut sebagai Late Heavy Bombardment. Ketika itu, planet Merkurius, Venus, Bumi, dan Mars dihujani oleh ribuan asteroid dan meteorit yang menghantam permukaan planet.


Fenomena sangat mengerikan yang berlangsung selama 300 juta tahun itu memiliki efek beragam pada planet-planet yang ketika itu masih muda, salah satunya adalah pelontaran miliaran ton material dari permukaan planet ke luar angkasa.


Pada kasus Bumi, sebagian material itu kemungkinan berhasil tiba di Bulan. Hipotesis ini sangat masuk akal, mengingat di kutub selatan Bumi pernah dijumpai meteorit yang terbukti berasal dari planet Mars.


Untuk itu, sangatlah mungkin berasumsi bahwa planet-planet terdalam saling bertukar material saat Late Heavy Bombardment. Demikian pula dengan Bumi dan Bulan yang juga saling bertukaran material.


Menurut sejumlah pakar dari University of London Birkbeck College School of Earth Sciences, material milik Bumi itu telah mendarat di Bulan dengan mulus sehingga memungkinkan tanda-tanda biologis tetap tersimpan dengan baik.


Dikutip dari Softpedia, 5 Mei 2011, tim peneliti yang diketuai oleh Ian Crawford dan Emily Baldwin menyebutkan, tanda-tanda biologi itu justru tidak akan mampu bertahan di Bumi karena besarnya dampak tumbukan meteor, erosi akibat angin dan hujan, aktivitas volkanik, gempa bumi, dan penguasaan habitat oleh spesies makhluk hidup lain.


Dalam sejumlah simulasi komputer, tim peneliti menunjukkan sebongkah material yang terpental ke arah Bulan akibat tumbukan asteroid pada bumi akan mendarat di permukaan Bulan dengan kecepatan 2,5 kilometer per detik atau kurang. Dengan temperatur yang ada di Bulan, tidak ada bagian dari material itu yang mendekati tekanan puncak yang mengakibatkan material itu meleleh.


Sayangnya, teori baru ini belum bisa dibuktikan secara ilmiah sampai manusia kembali pergi ke Bulan, mengumpulkan sampel bebatuan dari sejumlah lokasi, dan membawa pulang ke Bumi untuk dianalisa secara mendalam. Namun, melakukan penelitian seperti itu akan memberikan kita pengetahuan yang luar biasa akan sejarah kehidupan di planet Bumi. (adi)
• VIVAnews

NASA Buktikan Teori Relativitas Einstein


"Saat bumi berotasi, madu di sekitarnya membentuk pusaran, begitu pula ruang dan waktu."

Bayu Galih
Ilustrasi satelit (NASA)


VIVAnews - Alat pengukur gravitasi milik Badan Antariksa Amerika Serikat, NASA, berhasil membuktikan dua asumsi kunci yang dicetuskan Albert Einstein dalam teori relativitas. Teori ini dicetuskan oleh Einstein pada 52 tahun yang lalu.
Misi The Gravity Probe-B (GP-B) diluncurkan pada tahun 2004 untuk mempelajari dua asumsi Einstein. Pertama, mengenai efek geodesi, atau adanya lengkungan ruang dan waktu di sekitar gravitasi. Kedua, asumsi mengenai frame-dragging, yang menjelaskan jumlah struktur ruang-waktu yang terpilin akibat rotasi suatu massa.    
"Bayangkan bumi seakan-akan terbenam di benda seperti madu," kata Francis Everitt, peneliti Stanford University yang juga peneliti utama GP-B. "Ketika bumi berotasi, madu di sekitarnya akan membentuk pusaran yang mengikuti (swirl), begitu pula dengan ruang dan waktu," demikian analogi Everitt.
Gravity Probe-B menggunakan empat gyroscope (pengukur orientasi) dengan tingkat ketepatan ultra tinggi untuk mengukur dua hipotesa gravitasi ini. Alat ini kemudian mengkonfirmasi kedua efek gravitasi dengan mengarahkan alat ini ke bintang yang disebut IM Pegasi, untuk menciptakan presisi yang netral.
Jika gravitasi tidak berdampak terhadap ruang dan waktu, maka gyroscope GP-B akan menunjuk ke arah yang sama saat probe itu berada di kutub orbit sekitar bumi. Bagaimana pun, gyroscopes memiliki perubahan kecil tapi terukur terhadap arah putaran daya tarik bumi.
"Hasil misi ini akan memiliki dampak jangka panjang terhadap teori yang dimiliki ahli fisika," kata Bill Danchi, ahli antrofisika dan pengamat di Markas Nasa di Washington.
"Setiap teori yang meragukan teori Einstein dalam hal relativitas umum akan mencoba untuk mencari hasil pengukuran yang tepat dari yang telah dilakukan GP-B," lanjut Danchi.
Hasil ini menjadi proyek terpanjang yang dilakukan NASA, yang telah terlibat dalam penelitian gyroscope untuk relativitas sejak 1963.   
Penelitian dan percobaan yang dilakukan selama berpuluh tahun ini telah merintis teknologi untuk mengendalikan gangguan yang bisa mempengaruhi pesawat ulang-alik, seperti daya tarik aerodinamis, medan magnet, dan variasi hawa panas. Lebih jauh, misi pelacak bintang dan gyroscope NASA merupakan alat dengan presisi tertinggi yang pernah didesain dan diproduksi.   

• VIVAnews

Ternyata Emas Berasal Dari Luar Angkasa


TRIBUNNEWS.COM, LONDON - Para ilmuwan mengatakan mereka telah menemukan bukti bahwa beberapa logam berharga, antara lain emas dan platinum, berasal dari angkasa luar miliaran tahun lalu.
Para peneliti dari Universitas Bristol, Inggris mengambil kesimpulan berdasarkan penelitian terhadap endapan berusia empat miliar tahun di Greenland. Mereka menemukan isotop yang berada di dalam endapan jelas berbeda dengan isotop yang berasal dari Bumi.
Menurut mereka, perbedaan ini memperkuat teori yang menyebutkan logam-logam berharga yang kita gunakan sekarang ini sampai ke bumi melalui pelepasan sebuah meteor besar ketika meteor baru berusia 200 juta tahun. Logam emas dan logam-logam berat lain kemudian tenggelam ke dalam inti bumi yang meleleh pada masa-masa awal.
”Namun asal-muasal pertama dari emas yang kini menjadi barang perhiasan dalam bentuk cincin, kalung dan lain-lain bahkan lebih eksotis,” lapor wartawan BBC, Risto Pyykkö.
Menurut ilmuwan, logam emas terbentuk akibat benturan antar bintang-bintang neutron, ledakan paling dasyat yang pernah terjadi di alam semesta.
sumber: http://id.berita.yahoo.com/wah-ternyata-emas-berasal-dari-luar-angkasa-172939904.html